Rabu, 30 Juni 2010

Membangun Pendidikan Berbasis Spiritual

Judul Buku : Pendidikan Islam Transformatif
Penulis : Dr. Mahmud Arif
Penerbit : LkiS Yogyakarta
Cetakan : I, Februari 2008
Tebal : xii + 310 halaman 14,5x21 cm
Presensi : I R N O*

           Memperlihatkan eksistensi yang khas di Indonesia, pendidikan islam saat ini memiliki sejarah kongkrit terhadap perkembangan dan pertumbuhan pemberdayaan masyarakat pada umumnya. Karakteristiknya yang universal yang mampuh memberikan pola perkembangan secara gelobal, mulai dari tingkat dasar sapai perguruan tinggi.
Pendidikan islam di Indonesia adalah sebagai pelajaran wajib setiap pendidikan (obligatory subject). Sedangkan aliran-aliran yang berkembang dalam histories dunia islam, versi M. Jawwad Ridla diklasifikasi menjadi tiga macam. Pertama, aliran religius-konserfatif, relegius-rasional, dan pragmatis. Kedua, aliran dalam pemikirannya bersifat agamis murni. Sehingga, moral-keagamaan menjadi sarat dengan pemikiran kepandidikannya. Ketiga, menggunakan basis rasional-filosofis, tidak semata-mata agamis murni; sedangkan aliran terakhir mempunyai aliran kepraktisan (fungsionalitas) penghubungan antara akal dan naql.

          Melihat persaingan di antara ketiganya yaitu bertitik dengan dominasi paradigma bayani, yang memiliki karakteristik dasar. Nalar tekstual tersebut, artinya persoalan utamanya yang memunculkan wacana diskursif bertitik pada relasi kata dan makna. Karena itu, konsep pendidikan islam ditunjukkan untuk membuka kesadaran kritis, bahwa pendidikan menurut ajaran islam – merupakan keharusan bagi setiap muslim, sejak “buaian hingga ke liang kubur”. Sedangkan bagi pemikir manusia barat yaitu “long life education dan education for all”. Pendidikan diinterpretasikan pula sebagai wadah untuk mengembangkan dan terbentuknya peradaban umat manusia. Sedangkan menurut Paolo Freire pendidikan pembebasan adalah pendidikan yang membawa masyarakat dari kondisi "masyarakat kerucut" (submerged society) kepada masyarakat terbuka (open society).



          Berdasarkan cermin sebagaimana diuraikan di atas, Mahmud Arif menggali kembali pemikiran Islam. Menganalisis ruang lingkup histories pemikirannya, setidaknya ia menguraikan dalam dua kriteria yang perlu menjadi tolak ukur secara signifikan; bidang kognitif (cognitive field) dan muatal ideologis (ideological content). Menurutnya, jika bidang kognitif terkait dengan perangkat konseptual pemikiran, struktur dasar, dan tepologinya. Maka, muatan ideologis terkait dengan interes dan tradisi sosial-politik yang ada di balik munculnya suatu pemikian. Sumber atau determinan historisitas utama pemikiran keagamaan muslim dapat diklasifikasikan empat aspek. Pertama, sikap dan kepercayaan asali yang hidup di tengah komunitas muslim. Keduan, ajaran dan pengaruh Al-Qur'an dan as-Sunnah. Ketiga, sistematisasi dan formulasi keyakinan dan etika oleh para tiolog, juris islam, dan pemikir muslim lainnya, terutama setelah terjadi kontak budaya antara dunia islam dengan dunia luar, dan ke Empat, pengaruh organisasi/persaudaraan sufi.
          Ketika melihat perkembangan pemikirn islam pada masa keemasan, yang berpijak terhadap pimikiran Jawwad Ridla. Menurut Mahmud Arif, secara garis besarnya dapat dipilah menjadi dua, yaitu aliran konserfatif dan aliran rasional. Sedangkan di antara para tokoh pendidikan muslim yang tergolong terhadap aliran pertama adalah Ibnu Sahnun (202-256 H.), al-Qabisi (342-403 H.), al-Ghazali (450-505 H.), dam Nasiruddin ath-Thusi (597-672 H.). Sedangkan yang termasuk aliran ke dua, al-Farabi (w. 339 H.), Ibn Sina (370-428 H.), Ikhwan ash-Shafa (kelompok filsuf pertengahan abad IV H. yang melakukan rahasia pergerakan di Baghdad), dan al-Mawardi (364-45 H.).
          Namun, meski terdapat perbedaan aliran dari para tokoh terkemuka di atas, pada dasarnya pendidikan islam bisa dinilai dalam satu bingkai "keislaman". Realita seperti ini, jelas apabila ditelaah kembali bahwa, kecendrungan yang melekat pada mereka aliran konservatif dan rasional. Aliran konservatif, mengutamakan orientasi masalah mashlahah diniyah dalam aktivitas pendidikannya. Sedangkan aliran rasional, mengupayakan mempertemukan rasio dan ajaran agama yang sering kali kita dianggap salah satu prinsif dasar filsafat islam. Sebagaiman yang dikemukakan oleh al-Kindi pada waktu mendefinisikan filsafat sebagai pengetahuan hakikat sesuatu yang sesuai dengan kemampuan manusia, baik daya indriawi dan rasional.
          Tampak dari perspektif pemikiran pendidikan islam di atas, buku ini yang berjudul "Pendidikan Islam Transformatif" dalam ini Mahmud Arif, merasa tergugah untuk melakukan kajian kembali dengan melakukan penelusuran historis-filosofis dari pendidikan islam. Sehingga, salah satu dengan upaya kehadiran buku ini untuk lebih mepertegas dalam upaya menghindarkan pendidikan islam dari keterjebakan dualisme dikotomik keilmuan antara diterminisme historis dan realisme praksis dengan tindakan mempertegas jati diri keberpihakannya pada tindakan penyadaran dan pemberdayaan.
          Tidak terlupakan pula, dari sisi epistemologi pendidikan islam juga harus memandukan secara sinergis-dialektis antara epistimologi bayani, irfani, dan burhani dalam struktur herarkis-piramidal – pada ayat kauniyah dan qauliyah. Ini dalam rangka memanusiakan manusia, liberasi, dan transendensi demi terwujudnya pendidikan islam teransformatif.
          Mengembalikan pendidikan islam teransformatif dan pemikiran islam pada jalan yang lebih baik, buku ini telah memberikan wacana baru dalam khazanah kajian keislaman yang berorientasi pada potensi-potensi dasar manusia secara sistematis dan realistis. Maka, pada dasarnya pendidikan harus diarahkan terbuahnya tujuan mulia, yakni menjadikan manusia cerdas dan humanis. Sehingga, cukup memberikan dasar-dasar atau pijakan bagi masa depan pendidikan islam dan memberikan sumbangsi terhadap masyarakat secara komprehensif.
          Demikian pula, implemintasi pendekatan pendidikan islam dengan kultural dari gerakan yang menghindari dari keterjebakan pendidikan yang semakin mejadi tak bernilai. Berbagai kontemplasi dan perspektif, pendidikan islam sebagai sarana dan wadah untuk menumbuhkan generasi yang berkualitas secara moral yang masih jauh dari harapan “long life education dan education for all”. Semoga []

*Menyelesaikan Study Manajemen Pendidikan Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Surabaya

1 komentar:

Nifira mengatakan...

beli bukunya dimana kang? butuh untuk ref skripsi :)

Posting Komentar