Sabtu, 12 Desember 2009

Merancang Pesantren Berbasis Global

Oleh : Irno Sulaiman

Pendidikan islam, dimana karakteristik historisnya selalu membuka memperlihatkan eksistensi yang khas di Indonesia. Umumnya mengawali dari tuntutan perkembangan dan pertumbuhan pemberdayaan masyarakat seperti kajian keagamaan, sosial, dan budaya. Secara teoritis tidak mengabaikan terhadap perkembangan dunia pendidikan pada umunya.
Pesantren, telah mampuh memberikan polarisasi sesuai dengan perkembangan zaman. Selain itu, setiap jenjang pendidikan/persekolahan ia mampu mewarnai dari semua jenjang pendidikan, mulai dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi.
Pondok pesantren, era belakangan selalu dipandang sebagai wadah yang di dalamnya terbentuk kajian keagamaan yang dipandang oleh masyrakat. Sebab tuntan semakin kuat untuk mengkonsumsi ilmu agama. Sangat logis ketika pendidikan di pesantren banyak yang mengkampanyekan bahwa pesantren sangat banyak pengaruhnya terhadap perilaku baik (sopan dan santun dan menghormati diantara sesama).
Arus globalisasi yang semakin merusak masa depan bangsa. Karenanya, diakui atau tidak pendidikan di pesantren adalah pendidikan wajib untuk mendalami keagamaan. Sedangkan aliran-aliran yang berkembang dalam histories dunia islam, versi M. Jawwad Ridla diklasifikasi menjadi tiga macam. Pertama, aliran religius-konserfatif, relegius-rasional, dan pragmatis. Kedua, aliran dalam pemikirannya bersifat agamis murni. Sehingga, moral-keagamaan menjadi sarat dengan pemikiran kependidikannya. Ketiga, menggunakan basis rasional-filosofis, tidak semata-mata agamis murni; sedangkan aliran terakhir mempunyai aliran kepraktisan (fungsionalitas) penghubungan antara akal dan naql.

Minggu, 24 Mei 2009

MENYOAL MASADEPAN PENDIDIKAN

Oleh : I R N O

Bahan yang dirancang dalam tubuh pendidikan, terdapat hal yang mendasar adalah membebaskan manusia hidup bodoh dan kemiskinan (humanizing human being). Sedangkan pembebasan manusia dari kebodohan dan kemiskinan, terletak pada pendidikan mereka. Dengan berbekal pendidikan, mereka dapat membuahkan terhadap dirinya secara nyata. Maka, dengan bekal pendidikan terarahdan dapat melestarikan hidup nyaman dan tentram.

Ketika melihat kebijakan pendidikan terjadi dua pertentangan. Kebijakan pendidikan tidak bisa merumuskan gagasan hakekat pendidikan yang sifatnya sebagai baru dan pembaharu. Pendidikan bukan pemerdekakan pembebasan manusia dari keterkurungan kehendak nurani, melainkan berbalik makna.
Semestinya pendidikan melihat masadepan bangsa, sehingga angka kemiskinan dan pengangguran dapat sedikit ditekan. Melestarikan terhadap peningkatan pendidikan diperlukan saran dan kritik bagi dunia pendidikan juga sebagai bahan evaluasi. Maka, sangatlah dibutuhkan, sebab bagaimanapun setiap persoalan, tanpa adanya kritik dan saran, mustahil menemukan formasi yang baik.
Banyak orang menganggap, pendidikan sebagai mekanisme men-disiplin-kan dan memposisikan yang potensial, mendorong hidup hemat, sederhana dan menghapuskan kemiskinan. Namun, problem pendidikan mengakarnya kepentingan dan kesejahteraan sebagian besar terabaikan oleh pemerintah. Artinya, tidak mempertimbangkan kepentingan pendidikan atau kebutuhan-kebutuhan masyarakat.

Salah satu boleh dikata, pemerintah telah mewariskan versi pendidikan tidak berguna. Walaupun yang menjadi acuan adalah undang-undang. Sebagaimana amanah UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pada pasal 29 menyebutkan, “Dana Pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20 % dari anggaran pendapatan belanja daerah (APBD)”.